Antara Gubug, Gubhug Dan Manusia
Gubug! Seperti itulah orang menyebutnya. Sebuah bangunan tempat tinggal yang pada akhirnya orang jawa menyebut gubug sebagai ungkapan indah untuk merendahkan hati. "Monggo, kula aturi pinarak wonten gubug kawulo!", begitulah orang jawa yang tahu sopan santun dan pandai merendah menyampaikan ucapan salam kepada seseorang untuk mau singgah ke rumahnya. Dalam bahasa Indonesia kira-kira seperti ini : "Mari, silahkan mampir ke rumah (gubug) saya!" Menjadi sangat indah tatkala dibarengi dengan hati yang tulus.
Seperti saya ungkapkan di atas, gubug sesungguhnya merupakan tempat tinggal "terburuk" untuk manusia. Dibuat apa adanya dari beberapa batang kayu dan bambu dengan atap daun-daunan atau bila uang mencukupi mereka belikan plastik. Pada saat ini kata gubug hanya diperuntukkan bagi sebuah bangunan di kebun atau sawah yang gunanya untuk tempat beristirahat dikala petani merasa lelah atau diterpa hujan yang tercurah dari atap dunia. Mereka beristirahat sambil menyantap bekal makan siang yang dipersiapkan oleh sang istri atau anaknya dalam wadah "cething atau rantang" (bahasa Indonesia: tempat nasi dan panci bersusun). Mereka biasanya melakukan ini sendirian atau bersama beberapa orang saat matahari tegak lurus diatas kepala mereka. Saat waktunya tiba mereka beristirahat sebentar sambil menikmati bekal makan siang yang mereka bawa atau diantarkan oleh salah satu anggota keluarganya.
Gubug, meskipun mempunyai nilai yang amat rendah dalam ukuran sebuah tempat tinggal, untuk seorang petani begitu sangat berharga. Bukan sebagai tempat untuk tingggal dalam arti sebagai tempat untuk beristirahat, makan, tidur dan merkumpul dalam sebuah keluarga, tetapi sebagai tempat yang nyaman untuk beristirahat dan mensyukuri karunia "Sang Pencipta". Makanan yang menjadi lebih terasa nikmat, keindahan ciptaan Illahi yang berada di depan mata terasa tiada tara, ketentraman hati dan pengharapan akan masa panen dan sebagai tempat berteduh yang nyaman ditengah kesepian dan hujan yang mendera.
Gubug dan gubhug tidaklah berbeda. Mereka berdua cermin keberadaan kepahitan hidup dan keindahan yang nyata. Gubug menjadi sangat indah ketika tiada lagi tempat yang lebih layak untuk berteduh. Gubug dan gubhug menjadi tempat naungan keindahan yang penuh kasih antara alam, manusia dan Sang Pencipta.
"Di dalam gubug bambu tempat tinggalku....Di sini kurenungi nasib diriku ....
Selamat jalan Bang Meggy Z ...... (Posting dibuat beberapa waktu setelah Meggy Z meninggal dunia!)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment
Berikan Komentar Anda Dibawah Sini Jika Belum Punya Akun Google/Blogger Anda Bisa Pilih Anonymous